PengalamanSiswi Korea Di Indonesia Soal Belajar Di Rumah Ini Cerita Jaeyi Kim Halaman All Kompas Com . Puisi Anak Yang Belajar Di Rumah Di 2020 Kata Kata Indah Kutipan Humor Belajar . 4 Contoh Cerita Pengalaman Belajar Online Di Rumah Karena Corona . Pengalaman Belajar Di Rumah . Pengalaman Belajar Dari Rumah Meisya Siregar Guru Itu Mulia Atika Ayu Nurdiani kini berusia 24 tahun, masih muda dan memiliki rencana masa depan yang matang. Mimpinya memiliki rumah sendiri telah tertanam jauh sebelum itu, bahkan sejak masih awal duduk di bangku kuliahnya yaitu di tahun 2015. Perjalanan Atika dalam menyelesaikan kuliah sambil bekerja bisa dibilang tak mudah. Ia bekerja sambil kuliah di Universitas Budi Luhur, Ciledug, Tangerang. Namun siapa sangka dalam perjalanannya mengejar cita-citanya ia berhasil membeli sebuah rumah. Walau belum ditempati, namun Atika kini merasa lega. Sebuah rumah yang ia impikan sejak awal duduk di bangku kuliah akhirnya berhasil ia miliki. Rumah dengan luas tanah 72 m2 dan luas bangunan 36 m2 di kawasan Tigaraksa, Tangerang. Rumah yang ia cicil bersama calon suaminya. Mau punya rumah di sekitar kawasan Tangerang yang harganya masih terjangkau dan cocok untuk pasangan muda? Temukan pilihan rumahnya dengan harga di bawah Rp500 jutaan di sini! Cerita Rumah Atika Masa Depan, Kehidupan Pernikahan, Jadi Motivasi “Wah, kepikiran beli rumah memang sudah lama. Keinginan untuk punya rumah sendiri itu muncul sejak jaman awal kerja sambil kuliah!” ungkap Atika. Walau belum tahu caranya dan kapan bisa terlaksana, tapi ia telah memformulasikan keinginannya tersebut. Atika memikirkan masa depannya, salah satunya jika ia menikah nanti. Ia bercita-cita jika sudah menikah tidak mau tinggal di rumah orangtuanya, atau pun di rumah mertuanya kelak. Hal inilah yang mendasari keinginannya untuk punya rumah sendiri. Ingin mandiri, menghindari konflik, hingga keinginan untuk mengatur biduk rumah tangga sendiri tanpa ada campur tangan pihak lain umumnya memang jadi motivasi atau alasan beli rumah bagi keluarga muda. Hal yang sangat positif jika alasan ini telah tertanam sejak dini. Dan lucunya ketika ditanya apakah Atika punya kekhawatiran atau mendengar cerita orang lain sehingga ingin langsung mandiri setelah menikah? Jawabannya ternyata justru tidak. “Pengalaman-pengalaman nggak enak itu biasanya malah saya lihat dari sinteron,” katanya sambil terbahak. Dengan target yang terukur, serta memprioritaskan cara mengatur keuangan, cita-cita untuk punya rumah sendiri jelas bukan mimpi. Apalagi jika rencana ini sudah diniatkan jauh-jauh hari. Jadi ketika tiba saatnya transaksi pembelian rumah, persiapannya benar-benar sudah matang. “Selain ingin tinggal di rumah sendiri saat sudah nikah nanti, saya punya alasan lain kenapa ingin beli rumah. Dari tips yang saya baca di laman panduan properti punya rumah juga artinya sekaligus punya investasi. Karena kalau tidak diinvestasikan tuh kayaknya uangnya habis begitu saja ya. Buat ngopi-lah, buat belanjalah,” tutur Atika. Cerita Rumah Atika Bekerja untuk Biaya Kuliah dan Tabungan Beli Rumah Atika, meskipun masih sangat muda tapi memang concern dengan masa depannya. Ia bekerja untuk membiayai kuliahnya. Ia membagi waktunya untuk fokus kuliah dan kerja, hingga lulus kuliah di tahun 2020. Tak hanya untuk biaya kuliah, Atika juga menabung sedikit demi sedikit untuk beli rumah, agar semua impian dan cita-citanya tercapai. Di masa itu, Atika pun sempat berpindah pekerjaan hingga tiga kali. Motivasinya untuk mencari pekerjaan dengan penghasilan yang lebih baik terus dilakukannya. Ia sempat cuti kuliah setahun saat mulai pindah ke pekerjaan ketiganya. “Saya sekarang bekerja sebagai finance di Apartemen Altiz, Bintaro. Ini pekerjaan ketiga saya. Walau masih berstatus karyawan kontrak, namun gaji yang saya terima sudah mendingan,” kata Atika. Banyak cara yang ditempuh orang saat memiliki rencana untuk beli rumah. Sebut saja dengan melakukan pencarian atau browsing di situs properti mendatangi pameran properti, survei langsung ke lokasi, atau mendatangi kantor pemasaran properti. Namun sungguh beruntung bagi Atika, belum sempat melakukan pencarian rumah tapi dari kantor tempatnya bekerja ada program rumah murah yang ditawarkan untuk karyawan Jaya Real Property. Saat itu tahun 2019. Salah satu anak usaha dari Jaya Real Property membuat seminar di Bintaro Plaza, khusus mengundang karyawan-karyawan yang berminat untuk melihat presentasi perumahan baru, yaitu Grand Tigaraksa residence. Cerita Rumah Atika Masih Karyawan Kontrak Nekat Beli Rumah DP 0% “Jadi ini adalah program kantor yang ditawarkan ke karyawan-karyawan di bawah PT. Jaya. Pengembangnya datang dan kasih presentasi khusus buat kita para karyawan. Ya kalau di PT. Jaya sendiri kan perumahannya mahal-mahal ya, sudah di atas Rp 1milyar, kan berat,” ujar Atika. Harga rumah yang ditawarkan saat itu Rp214 juta, dengan DP 0%. Rumah masih indent yang akan langsung dibangun begitu proses pengajuan KPR disetujui. Karyawan yang berminat bisa langsung mendaftar dan akan dibantu segala prosesnya. Saat itu Atika mengaku tidak berpikir panjang lagi. Ia merasa bahwa ini adalah kesempatan emas. Walau masih karyawan kontrak, tetapi Atika merasa bisa mengusahakan untuk mencicilnya. Karena kapan lagi datang kesempatan seperti ini? “Saat presentasi itu, saya langsung diskusi dengan pacar. Ya jujur saja saat itu saya masih kuliah sambil kerja, cicilannya kan lumayan besar dengan kondisi saya jika harus menanggungnya sendirian. Tapi di satu sisi ini adalah kesempatan emas yang sayang jika dilewatkan,” papar Atika. Atika yang sudah menjalin hubungan dengan Tantyo Eko Prasetiyo sejak tahun 2016 memang telah menyamakan persepsi sejak awal. Tantyo saat itu juga bekerja sambil kuliah. Dan sudah merencanakan jika suatu saat akan membeli rumah bersama-sama. Keduanya merasa harus mengambil kesempatan yang datang belum tentu dua kali ini. Beberapa alasan mendasari keputusan mereka. Apalagi perumahan tersebut jaraknya cukup dekat dengan Stasiun Commuter Line Daru, hanya sekitar 10 menit waktu tempuh saja. Cerita Rumah Atika Patungan Cicilan KPR Rumah Bareng Pacar “Saya kalau ke kantor kan lintas provinsi. Nah posisi perumahan ini yang di Tangerang rasanya lebih dekat ke kantor. Kantor kan sangat dekat dengan Stasiun Pondok Ranji,” jelas Atika yang saat ini masih tinggal di rumah orangtuanya di Kemang, Jakarta Selatan, dan setiap hari ke kantornya di area Bintaro, Tangerang Selatan. Atika lalu memutuskan untuk mengambil promo tersebut dan mendaftar saat itu juga. “Dari kantor peminatnya ternyata hanya saya saja ha ha ha. Saya sendiri langsung saja daftar nggak pakai mikir,” gelaknya. Status karyawan kontrak tak membuatnya ragu. Atika tertarik karena telah mendapat penjelasan bahwa prosesnya akan dipermudah dengan bantuan dari kantor tempatnya bekerja karena masih dalam satu manajemen yang sama. “Pandemi COVID-19 membuat kantor saya untuk sementara waktu belum ada program pengangkatan untuk jadi karyawan tetap. Namun untuk proses beli rumah ini status saya dimasukkan ke golongan karyawan tetap,” jelas Atika. Persyaratan yang diminta juga dirasa Atika tidak sulit. Untuk langkah awal ia menyiapkan dokumen lengkap, seperti fotokopi KTP fotokopi Kartu Keluarga KK fotokopi NPWP slip gaji asli atau surat keterangan penghasilan minimal 1 bulan terakhir fotokopi rekening koran surat rekomendasi perusahaan. Setelah semua dokumen Atika diserahkan, lalu pihan bank melakukan survei dengan cara menelepon ke kantor Atika, juga melakukan konfirmasi ke manajernya. Hal yang ditanyakan adalah konfirmasi status karyawan serta besaran penghasilannya. Dalam satu bulan pengajuan KPR Atika pun disetujui. Atika mengambil tenor cicilan 20 tahun. Walaupun beli rumah atas nama Atika, tetapi dari awal ia sudah sharing cicilan KPR dan biaya-biaya tambahan lain pada proses akad rumah tersebut bersama Tantyo, pacarnya. “Kita patungan mulai dari awal biaya-biaya tambahan seperti biaya akad, biaya AJB, dan surat-surat lainnya yang harus dibayar cash,” jelas Atika. Cerita Rumah Atika Kawasan Hunian Prospektif di Masa Depan Proses beli rumah yang serba cepat ini membuat Atika tak sempat survei langsung ke lokasi. Patokan Atika dari penjelasan dan informasi yang didapat adalah perumahan ini dekat dengan Stasiun Daru, sehingga nantinya akan memudahkan mobilitasnya. “Sebenarnya waktu pertama kali ke sana itu kaget, karena pas masuk area perumahan suasananya sepi. Jadi saya pas ngeliat tuh kaget, kok kayak suram. Tapi mulai ke area belakang eh udah rame. Banyak yang udah nempatin, warganya juga ramah-ramah” papar Atika. Deretan rumah area depan yang dilihat Atika tersebut merupakan pembangunan gelombang 1 yang dilakukan pada tahun 2013. Banyak yang membeli rumah untuk investasi namun tidak ditempati jadinya sepi. Area perumahan ini sendiri berada di dekat kantor Pemerintahan Daerah, areanya sudah modern dan kian ramai. Berbagai fasilitas seperti ATM dan mini market juga mudah ditemui. Tigaraksa sendiri adalah sebuah kecamatan yang menjadi ibukota Kabupaten Tangerang. Dan berdasarkan potensi kawasannya, Atika percaya bahwa kawasan Tigaraksa ini dalam beberapa tahun ke depan akan jadi kawasan hunian prospektif. Semakin banyaknya proyek perumahan baru yang dibangun di kawasan ini menandakan bahwa banyak pemburu properti yang mulai mengincar rumah di kawasan ini. “Sempat kaget sih pas awal-awal ke sana Tigaraksa, karena banyak truk-truk besar. Makanya kalau ada rejeki ingin nantinya punya kendaraan roda empat supaya lebih aman,” tutur Atika. Dan dalam tiga bulan setelah akad, rumah Atika pun selesai dibangun. Cerita Rumah Atika Mulai Bisnis Online Demi Ringankan Cicilan KPR Setelah rumah berdiri namun ternyata belum bisa dihuni karena belum ada air. Pihak perumahan memang menyediakan pompa, namun pembeli diharapkan mengebor sumur sendiri. Selain itu masih ada beberapa hal lagi yang perlu Atika benahi agar rumahnya nyaman untuk dihuni. “Kita belum ada uang untuk renovasi rumah saat ini karena sedang fokus untuk acara pernikahan dulu. Rencananya kita menikah di bulan Juli tahun ini, 2021,” kata Atika. Setelah menikah, ia menargetkan satu bulan untuk beberes. Mulai dari mengebor sumur, mengisi furnitur, pasang wallpaper, dan membuat dapur di area belakang. Atika merasa rumah ini merupakan wujud dari impiannya selama ini. “Lega banget berhasil beli rumah ini. Saya ingin mendekornya sendiri dengan warna serba putih yang estetis. Apalagi di depan dan bagian belakang ada halaman,” ujarnya dengan binar mata bangga. Tanya Tanya ambil keputusan dengan percaya diri bersama para pakar kami Bagi Atika, membeli rumah adalah sebuah perjuangan. Setelah proses KPR disetujui, Atika langsung memutar otak bagaimana ia bisa mendapatkan uang tambahan untuk meringankan cicilan KPR tiap bulan. Sejak saat itu, ia menjadi re-seller dan memulai bisnis online shop yang menjual produk skincare lokal dengan nama akun maskerku_jkt yang bisa ditemui di Instagram juga Shoppe. “Saya mikir kalau mengandalkan gaji saja saya bakal ngos-ngosan. Jadi habis beli rumah, saya langsung mikir untuk memulai usaha walau kecil-kecilan,” ungkapnya. Sempat pula ia terpikir untuk menyewakan rumah tersebut, namun belum ada yang mau karena dirasa lokasinya jauh. Melihat keberhasilan Atika membeli rumah di usia muda, orangtuanya pun ikut senang dan bangga. “Kata ibu, ketika saya pindah nanti mau dibikinin pengajian, selametan,” tutur anak pertama dari dua bersaudara ini menutup perbincangan. Itulah cerita tentang impian Atika punya rumah sendiri sejak awal duduk di bangku kuliah. Impian yang berhasil diwujudkannya dalam usia yang masih sangat muda. Masih banyak lagi kisah seputar perjuangan mewujudkan mimpi punya rumah sendiri lainnya yang juga tak kalah menginspirasi. Temukan kisahnya hanya di Cerita Rumah. Hanya yang percaya Anda semua bisa punya rumah Teks Erin Metasari, Foto Zaki Muhammad RumahCerita Senin, 08 Agustus 2011. Selamat Bergabung dengan Rumah Cerita. Selamat bergabung dengan Sanggar Menulis, Sastra, dan Seni Rumah Cerita Kami hadir di kota Binjai untuk ikut bersama-sama membina generasi bangsa untuk mulai belajar menulis, sastra, dan seni. Siapa saja, ayo bergabung! Mengenai Saya. Rumah Cerita Makna rumah untuk setiap orang mungkin berbeda, bahkan untuk perorangan pun bisa berubah seiring saya, ada masa di saat saya memaknai bahwa rumah adalah sebuah pencapaian hidup dan balas budi kepada orang-orang seiring waktu, pemaknaan saya terhadap rumah jadi berubah, yang bukan hanya sekadar bermakna pencapaian, tapi lebih luas dan sebuah kehangatan, kenyamanan dan sebuah penerimaan diri dengan dalam banget ya kata-katanya, beneran sih, kalau ngomongin tentang rumah, saya jadi pengen menceritakan sebuah kisah yang mungkin bisa dibilang lebay, atau juga bisa dibilang mengharu biru oleh saya sih, hahahaCerita Impian Tentang Rumah Tinggal dan KenyataannyaKalau ngomongin rumah tinggal, siapa sih yang nggak pengen punya rumah tinggal sendiri?Bahkan, bukan hanya jika kita sudah berkeluarga, ketika masih single pun, banyak loh orang yang mendambakan tinggal di rumah sekadar tinggal di rumah yang merupakan hak milik sendiri, bahkan bisa tinggal di sebuah rumah sewaan atau kontrakan pun, sudah jadi sebuah impian sejak masih itu saya, dan saya yakin banyak orang, yang juga berpikiran sama dengan kan? Iya in aja deh, kecil, dengan segala impian saya menjadi wanita karir yang sukses di kota besar, punya rumah sendiri itu udah include dalam impian demikianlah, ketika lulus kuliah, harapan besar muncul di benak, dengan berbekalkan ijazah sarjana, saya rasa sudah cukup untuk mulai berkecimpung mengumpulkan pundi-pundi keuangan agar bisa membeli impian masa kecil, yaitu punya rumah di sayang, ternyata kenyataan tidaklah seindah lulus, barulah saya sadari, ternyata cari uang itu susahnyaaaaaaa minta mencari uang tanpa restu dari orang tua, yang mana mereka berharap saya bisa balik ke Buton, tinggal di dekat mereka, jadi PNS dan beli rumah di perlu saya jelaskan secara panjang lebar di sini, sudah pernah dan sering saya tuliskan di blog tentang bagaimana saya kurang sreg tinggal di Buton, dan bahagianya tinggal di saya bertahan, serta berniat membuktikan, kalau saya juga bisa sukses di Jawa, bisa sukses tanpa harus menjadi PNS seperti yang diinginkan oleh orang ternyata sulit menganggur setelah lulus kuliah, tanpa support sistem sama sekali lagi dari orang akhirnya dapat kerjaan dengan gaji di bawah itu tentu saja merupakan sebuah masalah dalam merealisasikan impian punya rumah mau beli rumah sendiri ya, buat bayar kos dan kebutuhan makan sehari-hari aja, nyaris nggak keadaan ekonomi saya mulai sedikit stabil, dalam artia cukup untuk biaya hidup sehari-hari, masalah lainnya itu, saya berpikir untuk bisa ambil KPR rumah di Surabaya atau Sidoarjo, mumpung status saya sebagai karyawan tetap di sebuah perusahaan, akan memudahkan pengurusan KPR saya masih galau dan kepikiran orang tua yang nggak pernah benar-benar merestui saya tinggal jauh dari akhirnya saya menikah, dan memutuskan menetap di tinggal di rumah mertua, lalu pindah ke sebuah kamar kos khusus pasutri selama beberapa akhirnya saya hamil, dan kamipun memutuskan tinggal di sebuah rumah kontrakan, sesuai budget yang kami punya anak, impian bisa punya rumah sendiri semakin kebutuhan anak sejak bayi ternyata sangatlah menguras isi gaji saya dan suami digabungkan pun, hanya cukup untuk kebutuhan kami sehari-hari serta bayar ini semakin sulit, ketika saya akhirnya memutuskan jadi ibu rumah utama hanya melalui suami saja, tanpa support dari orang tua sedih dan sedikit iri, ketika melihat beberapa teman yang menikah, langsung bisa punya rumah sendiri, karena support orang tua yang menikah, lalu dibantuin uang muka dari orang tuanya pula yang dibelikan rumah langsung oleh orang tuanya pula, yang bisa menabung dan membeli rumah sendiri, meski harus KPR, tapi orang tuanya membantu untuk biaya renovasi rumah minimal pembuatan kami, sebagai pasangan yang harus mandiri sejak tua saya berhenti meng-support keuangan buat saya sejak kelulusan kuliah orang tua suami, masih fokus membiayai adik-adik suami yang masih kami harus mengandalkan diri sendiri untuk impian punya rumah tinggal dan Menemukan Makna Rumah Untukku pada Anak-AnakDalam perjalanannya, berbagai perasaan kami alami tentang impian punya rumah tinggal sendiri yang sedih karena bertahun-tahun menikah, tapi belum bisa punya rumah tinggal sendiri, galau memikirkan kami harus punya rumah tinggal di mana?FYI, 2 tahun pertama pernikahan kami, dihabiskan dengan masih galau memilih, apakah tetap di Surabaya, atau pulang ke Buton agar orang tua saya bahagia? Lalu di atas 2 tahun kemudian, kami galau karena pekerjaan suami yang terus berpindah-pindah, dan saya ogah disuruh tinggal menetap sendiri di sebuah kota, namun harus berjauhan dengan ketika si Kakak Darrell mulai masuk SD, seketika saya mulai berdamai dengan LDM, karena memang udah nggak bisa bebas mengikuti suami ke manapun dia bekerja, di samping itu juga suami belum kunjung punya pekerjaan tetap yang membuat dia bisa bertahan lebih dari setahun dalam sebuah pekerjaan atau suami tinggal di JombangKebayang dong, kalau saya terus memaksa ikutan, yang ada kasian si Kakak, harus pindah sekolah setiap tahunnya, dan kebayang juga berapa pengeluaran yang kami harus siapkan untuk biaya pindah-pindah sekolah dan tempat tinggal setiap tak bisa mengikuti suami ke manapun dia bekerja, bahkan terakhir kami akhirnya harus LDM beda pulau, di mana saya harus benar-benar sendirian mengurus anak-anak, tanpa bantuan siapapun, termasuk keluarga, karena saya juga nggak terlalu dekat dengan keluarga saja kami belum bisa merealisasikan impian punya rumah tinggal sendiri, dan harus puas dengan tinggal di sebuah rumah kontrakan sederhana hingga ditanya gimana rasanya tinggal di rumah kontrakan, hingga bertahun-tahun setelah menikah?Sebenarnya jawabannya, asyik-asyik saja sih!.Yang nggak asyik itu ketika telinga menangkap banyak omongan orang lain, baik keluarga terutama orang tua, maupun orang lain yang nggak ada hubungan darah sama tua, dengan alasan ingin melihat anaknya tenang, dengan punya rumah tinggal milik sendiri, selalu saja bertanya, kapan beli rumah?Dan orang lain bertanya, kok udah bertahun-tahun menikah, nggak mau beli rumah juga?Padahal harga rumah setiap tahunnya naik dengan drastisnya?Herannya, semua orang cuman bertanya, tapi nggak ada satupun yang mau nyumbang 500 juta aja kek, saya menanggapi pertanyaan seperti itu dengan jujur, lama kelamaan mengganggu pikiran juga, apalagi kalau yang nanya adalah orang tua atau kalau udah nggak bisa nahan kesal, saya jawab aja dengan asal,"Jangan tanya saya dong, tanya Tuhan sana, kapan Dia mau kasih saya uang 1 milyar aja, atau setidaknya dia tunjukin cara nyata biar bisa dapetin 1 milyar dalam setahun, biar bisa beli rumah seperti impian kalian!"Impian mereka dong, udah bukan impian saya lagi, saking kesalnya dengar pertanyaan berulang tentang kapan beli rumah tinggal milik pribadi? Untungnya, saya tidak berlama-lama memendam rasa kesal seperti waktu, saya mencoba berdamai dengan semua pertanyaan orang lain tentang rumah tinggal milik otomatis bikin saya juga ikut berdamai dengan impian punya rumah tinggal sendiri yang belum kunjung bisa waktu, saya belajar berdamai, dengan memaknai bahwa rumah tinggal, bukan sekadar rumah yang kita tinggali harus milik sendiri, harus mutlak tinggal di situ ternyata, toh Tuhan tidak menempatkan kondisi saya harus tinggal di rumah kontrakan selama bertahun-tahun tanpa kondisi ini sungguhlah yang terbaik buat Tuhan Maha Mengetahui apa yang terbaik buat hamba-Nya yang introvert, saya yang menyukai tempat yang tenang, damai, jauh dari tetangga terlalu 'ramah' dan kepo, tentu saja kadang bermasalah, jika bertetangga dengan orang-orang ekstrovert yang memaksa saya, sebagai introvert, harus bisa seperti itulah salah satunya alasan, mengapa saya masih diberikan kondisi harus tinggal di rumah kontrakan selama bertahun-tahun, agar jika saya tidak betah, bisa dengan mudah pindah ke tempat yang baru, yang sesuai dengan karakter saya, agar bisa merasakan kenyamanan yang sebagaimana karakter saya mengartikan kedamaian itu. Sering Pindah Rumah, Tak Masalah, Tapi Juga ada Masalah Beserta SolusinyaSeiring waktu, demikianlah keadaan menikah, masih tinggal di rumah kontrakan, dan sering berpindah masalah sih, pindah rumah buat saya dan anak-anak adalah seni untuk me-refresh pikiran, pindah ke lingkungan baru, meninggalkan hal-hal yang kami nggak sukai di lingkungan Alhamdulillah, anak-anak juga menikmatinya, dan itulah yang paling penting buat seiring waktu, saya akhirnya menemukan makna rumah untuk saya sesungguhnya, yaitu bersama anak-anak, tempat mengukir cerita bersama anak-anak setiap makna rumah untuk saya yang terpenting adalah, bukan status kepemilikannya, tapi kebersamaan saya dan anak-anak yang menikmati tempat tinggal mau di manapun tempatnya, harus berpindah beberapa kalipun, bukanlah menjadi masalah besar bagi mengenai hal-hal lainnya, tentang manfaat punya rumah tinggal sebuah hal yang harus kami jadikan patokan bahagia memaknai rumah tempat kami bertinggal, di manapun bersama anak-anak, ada saya dan kami mengukir cerita di dalam rumah tinggal tersebut setiap udah cukup, bahkan lebih dari cukup, semua ketercukupan kebahagiaan kami tersebut, bukan berarti tanpa masalah sama sih masalahnya, yaitu ketika kami harus sering pindah rumah tinggal kontrakan, dengan berbagai adalah, ya ampuuunnn ribet juga dong angkut-angkut pegal linu dah badan mengangkat semua perabotan yang memang kebanyakan terbuat dari hanya masalah bobotnya yang luar biasa, namun juga karena perabotan kayu yang kami punyai memang bukanlah perabotan kayu asli, jadi kalau sering diangkat-angkat, berdampak pada perabotan yang jadi mudah karena itu pula, sering banget terjadi, setiap kali kami pindahan rumah tinggal, banyak perabotan yang terpaksa ditinggalkan, karena rusak dan nggak bisa diangkut dengan 2 orang anak usia aktif, tentunya sangat butuh perabotan, khususnya storage untuk menyimpan banyak barang, khususnya mainan dan barang anak-anak, agar rumah bisa terlihat rapi, juga melatih dan membiasakan anak-anak sadar akan kerapian barangnya satu masalah ini, saya jadi berpikir untuk lebih memilih perabotan dengan bahan plastik, dengan alasan perabotan plastik lebih ringan bobotnya dibandingkan dengan juga lebih tahan jika diangkut ke bukan perabotan plastik yang asal ya, tentu saja yang bahannya lebih bagus, disainnya juga lebih kece, sehingga lebih awet atau tahan lama digunakan, kayak produk-produk perabotan rumah tangga dari Juara Rapikan Rumah dan Praktis untuk yang Sering Berpindah RumahTentang OlymplastAda yang kenal dengan brand Olymplast?Sini kenalan adalah sebuah brand yang menjadi solusi dari kebutuhan perabotan rumah tangga dengan bahan baku plastik, untuk seluruh keluarga Indonesia, dan diproduksi oleh PT. Cahaya Bintang telah berdiri sejak tahun 2015 di kota Gresik, seiring waktu, telah berekspansi ke kabupaten Lamongan sejak tahun 2018, dan kemudian mempunyai karyawan yang hingga saat ini telah mencapai lebih dari 1,000 anak perusahaan dari PT. Graha Multi Bintang, yang menjadi holding company dalam merek-merek furniture ternama Nasional, dan bagian dari Olympic Furniture Olymplast, sebagai brand yang menjadi favorit banyak keluarga Indonesia, khususnya dalam mengisi perabotan rumahnya komitmen dan visinya dalam menyediakan produk-produk terbaik dan modern, untuk mempercantik rumah, dan tentunya dapat memberikan manfaat lebih buat keluarga Indonesia Karena Olymplast menyadari, bahwa rumah adalah tempat ternyaman untuk semua anggota keluarga dalam menghabiskan sebagian besar waktunya. Tempat berbagi semuanya, dan mengukir cerita bersama keluarga OlymplastOlymplast hadir dengan beberapa keunggulannya, yang terus terjaga karena telah menjadi sebuah misi utama bagi brand ini, yaituKualitas material terbaik, karena menggunakan material pilihan terbaik untuk semua produk yang desain yang terbaik dan modern, karena selalu mengembangkan desainnya sesuai dengan inovasi terkini dan juga sesuai dengan kebutuhan fungsi yang terbaik dan memuaskan, di mana semua produknya menganding nilai fungsional tahan lama, karena selalu fokus kepada uji standard dan kontrol yang ketat demi menciptakan produk yang awet atau tahan Olymplast Juaranya Rapikan Rumah Pada penasaran nggak sih, apa aja sih produk-produk yang diproduksi oleh Olymplast untuk keluarga Indonesia yang tentunya sangat bermanfaat untuk merapikan rumah?Ada banyak banget dari kursi, tempat penyimpanan, kabinet, lemari pakaian, laci, meja, peralatan rumah tangga lainnya, hingga peralatan khusus pasti, kesemua perabotan rumah tangga tersebut, terbuat dari bahan yang terbaik, kuat, kokoh dan tentunya dengan desain yang modern, baik bentuk maupun warnanya nggak norak, tetap terlihat mewah meski terbuat dari bahan salah satu perabot yang menjadi favorit saya adalah tempat penyimpanan atau storage, maupun ini, amat sangat membantu banget untuk menampung berbagai barang-barang yang selalu berantakan di mana-mana, seperti mainan anak-anak maupun peralatan anak-anak perabotan dari Olymplast ini juga sangat membantu membuat anak-anak terbiasa rajin beberes peralatan main dan belajarnya selepas beraktifitas di meski ada 2 anak yang sedang aktif-aktifnya, tapi bukan berarti rumah senantiasa berantakan tak pernah dengan berbagai cerita kehidupan yang telah saya lewati, membuat saya sadar kalau tak semua impian bisa seindah bukan berarti realisasi yang tak sesuai impian itu, adalah sebuah hal yang salah dan impian punya rumah tinggal dengan hak milik sendiri, yang belum juga di mata banyak orang, itu adalah sebuah hal yang kurang dan buat saya, kondisi itu sama sekali tidak mengurangi makna rumah untuk makna rumah yang sesungguhnya adalah, kebahagiaan dan kebersamaan dengan mengukir cerita dalam aktifitas di dalam rumah yang nyaman dan rapi, untuk kerapian rumah, saya serahkan ke Olymplast, yang sangat cocok buat kami yang sering berpindah rumah tinggal, karena lebih ringkas berbahan plastik, tapi tetap makna rumah untuk saya, dan saya bersama anak-anak, memaknainya juga dalam manfaat Olymplast juaranya rapikan rumah. Sidoarjo, 09 Desember 2022Sumber pengalaman dan opini pribadi Canva edit by Rey, dokpri dan
MengenaiAnime Monster (2004) Annas. Maret 04, 2019. *Disclaimer: Saya bukan “pecandu” anime, hanya tidak menolak anime yang bagus. Kenzo Tenma. Anime Monster yang ditulis oleh Naoki Urasawa memang bukan anime dengan genre psikologi ataupun misteri (dengan detektif) yang cukup dikenal bila dibandingkan dengan milik Gosho Aoyama dengan

Saya sebetulnya kangen dengan cerita-cerita horor jadul yang nuansanya benar-benar ekstrem. Kebanyakan cerita-cerita horor yang saya dengar mungkin bisa dikatakan kurang greget. Karena memang banyaknya hanya cerita sebatas suara-suara saja, atau sekalipun penampakan pun bukannya membuat saya merinding tetapi malah membuat saya skeptis. Entah penampakan yang ia lihat itu asli atau cuma paranoid. Kemudian saya memiliki teman yang pernah mengerjakan sebuah proyek IT bersama. Dan seingat saya, saya belum pernah mengulik database cerita horornya. Begitu malam itu saya mengorek-korek dan sedikit memaksa dia agar bercerita horor, ternyata yang saya dapat justru di luar dugaan saya. Bagi saya, ceritanya layak untuk saya publikasikan. Sebut saja namanya Ahmad. Jadi ini tentang cerita rumah di masa kecilnya yang kini sudah dipugar. Sebagai gambaran, rumah Ahmad adalah sebuah rumah keluarga besar dengan taman terbuka di tengahnya. Rumah Ahmad hanya satu lantai, namun memiliki pekarangan depan dan belakang yang luas. Terakhir rumahnya memiliki pagar besi tinggi tertutup, tetapi ada celah horizontal di tengahnya. Jadi dapat sedikit terlihat teras depan dari luar. Ini kejadiannya awal tahun 2000-an. Di suatu sore menjelang magrib, di rumah hanya ada ibunya Ahmad dan adiknya. Adik Ahmad yang masih kecil duduk di pekarangan belakang rumah memanggil-manggil ibunya yang sedang berada di dapur. “Ibu, bu… itu kok ada bantal guling di pager…?” Saat ibunya mendatangi sang adik, ia melihat anaknya tengah menunjuk ke pagar belakang, memperhatikan sesuatu yang ia sebut sebagai guling tersebut. Ibunya langsung tanggap saat menyadari langit yang sudah mulai gelap. Ia langsung menggendong dengan ketakutan sang adik dan tidak berani melihat ke pagar. Adik Ahmad yang masih dapat melihat ke pagar saat digendong, masih berkata-kata. “Gulingnya ada dua…” Di suatu hari yang lainnya, kali ini siang hari. Ibunya Ahmad sedang menidurkan keponakan Ahmad yang masih sangat kecil di atas tempat tidur. Keponakannya itu sudah dapat berbicara dengan kata-kata yang sangat terbatas. Saat sedang menepuk-nepuk dan mengelus-elus si ponakan agar tidur. Sang keponakan tiba-tiba menunjuk ke atas. Telunjuknya berputar-putar seolah mengikuti apa yang sedang ia lihat di langit-langit. “Ittu… di ataasss…” Sedikit kata diucapkan oleh si keponakan dengan nada datar. Si Ibu berhenti menepuk, merinding. Langsung saja ia dekap si keponakan dan membawanya keluar kamar. Lalu apakah Ahmad sendiri pernah melihat sesuatu? Ia menjawab mungkin, tetapi ada satu hal dari ingatan masa kecilnya yang begitu menempel hingga sekarang. Jadi sewaktu Ahmad yang masih kecil ini digendong oleh ibunya di sore hari menjelang magrib di teras depan, Ahmad melihat ayahnya pulang kerja dari pagar depan, namun masuk rumah lewat pintu samping. Sebuah ingatan yang kuat dari Ahmad adalah, ada sesuatu yang mengikuti ayahnya pulang hingga masuk ke pintu samping. Kemudian Ahmad bertanya kepada saya, “Mas Nanda, tahu kuda lumping?” Saya mengangguk, “Iya, tahu.” Ahmad menjawab, “Itu yang mengikuti ayah saya mas. Sesuatu mirip kuda lumping, warnanya hitam, tapi kepalanya aja.” Saya agak bingung, “Maksudnya ada jin tanpa kepala menunggangi kuda lumping yang ngikutin ayahmu atau gimana?” Ahmad membalas, “Bukan, kepala kudanya aja. Warnanya hitam.” Kemudian di masa kecilnya, Ahmad kerap dipukuli oleh ayahnya jika pulang main tepat menjelang magrib. Maka dari itu, Ahmad kecil ketakutan jika di atas jam lima sore ia belum tiba di rumah. Di belakang rumah Ahmad ada tanah lapang warga yang biasa dipakai oleh anak-anak main sepak bola. Hari itu, Ahmad begitu asyik main bola. Saat hari sudah gelap, ia melihat ke celah pagar, was-was jika ayahnya sudah pulang kerja. Ia melihat dari lapangan, ada ayahnya sedang berjalan mondar-mandir seperti menunggu Ahmad pulang, siap memukulinya. Terlihat ayahnya memakai celana pendek yang biasa ia kenakan. Ahmad yang ketakutan langsung meninggalkan lapangan, masuk lewat pintu samping. Ia mandi, dan keluar. Ia mendapati kakeknya sedang duduk-duduk di luar. “Ayah mana, Kek?” Ahmad bertanya. “Belum pulang.” Jawab kakeknya. “Tapi tadi Ahmad lihat lewat pagar, Ayah lagi mondar-mandir di halaman. Celananya ingat banget kok itu punya ayah. Siapa lagi yang pakai?” “Salah lihat kali.” Kakeknya menjawab dengan tenang. Benar saja, ayahnya baru pulang setelah magrib. Padahal Ahmad yakin, ia melihat ayahnya lewat celah pagar dari luar, celananya sama persis dengan yang dipakai oleh ayah. Tetapi karena celah pagar hanya sepinggang orang dewasa, apa mungkin yang Ahmad lihat hanya celana ayahnya saja yang melayang mondar-mandir di balik pagar? Masih ingat cerita keponakan Ahmad yang menunjuk-nunjuk langit-langit kamar seakan melihat sesuatu? Keponakan tersebut adalah anak dari bibi Ahmad yang juga tinggal satu rumah. Sewaktu hamil, bibinya Ahmad pernah di sore hari menonton televisi, setengah berbaring di sofa. Ia melihat suaminya pulang, masuk ke rumah. “Udah pulang nih?” Suami bibi Ahmad terus berjalan menuju kamar, seperti tidak mendengar pertanyaan sang bibi. Pintu kamar tertutup, sang suami berjalan masuk ke dalam pintu, seolah menembus. “Pelan-pelan dong, masa pintu ditabrak begitu!” Ucap bibi Ahmad, dengan polosnya. Bersamaan ia kembali melihat ke arah televisi, ia melihat suaminya baru pulang dari pintu depan. “Kok, pulang lagi? Itu tadi yang jalan nembus pintu siapa?” Semenjak itu, bibi Ahmad ketakutan. Dan parahnya, setelah melahirkan ia yang dapat dikatakan paling sering menerima gangguan oleh… kalian sudah tahu. Dari berbagai gangguan, ada satu gangguan yang cukup parah. Pukul 4 pagi, menjelang subuh, bibi Ahmad terbangun ingin buang air kecil. Sebenarnya di samping kamarnya ada kamar kecil, namun ia entah kenapa memilih kamar mandi yang di seberang taman. Jadilah ia memutari rumah yang mana sebenarnya ia mengitari juga taman yang dilingkari oleh rumahnya. Saat selesai buang air, dengan mata yang masih sangat mengantuk, ia menengok ke arah taman. Ia melihat lampu taman ada dua. Padahal seingatnya lampu taman hanya ada satu di tengah taman. Ini sekarang ada dua lampu taman, yang satu kuning, dan yang satunya merah. Bersebelahan. Penasaran, ia mendatangi kedua lampu taman tersebut, mendekatinya. Yang satu benar lampu taman. Namun yang satunya… Yang satunya, yang berwarna merah, itu adalah pocong, dengan wajah yang sangat berantakan. Menyadari itu, bibinya langsung sadar seketika, namun justru tubuhnya menjadi terkunci. Ia tidak dapat bergerak dan berteriak. Hanya menatap pocong merah yang sedang mengangguk-angguk di depannya. Hingga beberapa saat, pocong tersebut melayang dan mulai terbang dengan cepat dan menghilang. Barulah bibi Ahmad dapat teriak dan berlari sekuatnya. Kemudian di malam lainnya, bibi Ahmad melihat seseorang memakai baju putih, tidak jelas siapa, sedang duduk di atas pohon sambil goyang-goyang kaki. Terakhir adalah pembantunya, yang ditinggal di rumah sendirian karena keluarga Ahmad sedang ada acara di luar sekeluarga. Sore itu, sang pembantu sedang menutup-nutupi gorden kamar satu persatu, ia melihat seorang gadis berbaju pink yang ia tidak terlalu kenal masuk ke dalam kamar adik perempuan Ahmad. “Neng, udah pulang?” Tanya sang pembantu. Tidak ada jawaban. Akhirnya sang pembantu masuk ke kamar sang adik dan tidak menemukan seorang pun. Padahal tadi ia dengan jelas sekali melihat seorang gadis yang mirip adik Ahmad masuk ke kamarnya. Ia kemudian pelan-pelan menunduk dan memeriksa kolong kasur. Kosong. Setelah itu ia pelan-pelan memeriksa belakang lemari… Kosong juga. Akhirnya ia sadar jika keluarga Ahmad sedang bepergian seluruhnya dan ia sendirian. Ia akhirnya teriak dan meninggalkan rumah saat itu juga. Saat keluarga Ahmad pulang, sang pembantu mengadu kepada orang tua Ahmad tentang gadis itu. Tiba-tiba ibunya Ahmad menyahut, “Jangan-jangan itu tuh yang sama juga kayak waktu itu.” Lalu ibunya Ahmad bercerita bahwa waktu itu suaminya, yakni ayahnya Ahmad, pulang larut malam. Dan waktu itu keluarga Ahmad sedang tidak memiliki pembantu dan memang sedang mencarinya. Saat masuk ke rumah, ayah Ahmad bertanya jika sudah dapat pembantu. Ibunya Ahmad menggeleng. Ayahnya Ahmad kembali bertanya, “Terus itu tadi ada mbak-mbak pakai baju pink pakai celemek lagi nenteng keranjang pakaian masuk ke kamar belakang itu siapa?” Inilah mengapa saya sangat menyenangi cerita-cerita horor jadul…

Menanyakanarah kepada setiap denting takdir, hingga singgah dalam rumah-rumah semu yang kilaunya pernah mematikan nalar. Dan kala itu, di persimpangan nan sunyi, aku menemukan sebuah rumah sederhana dengan kehangatan mentari menyinarinya. Hatiku luluh, langkahku tanpa ragu memasuki rumah itu dan enggan untuk beranjak meneruskan

homeandgardennet Assalamu’alaikum.. Pagi-pagi gini boleh kan yaa berangan-angan punya rumah impian hehe, anggap saja sebagai sebuah cita-cita dan do’a di pagi hari pasca dhuha. semoga ada malaikat yang mengaminkan, Aamiin. Sebenarnya bukan tanpa sebab si sobat, saya berangan-angan sperti ini. Semua berawal saat MbakDian Nafi dan Mbak Archa Bella, memberi tantangan menulis buat kami di Arisan GandjelRel yang ke-14 ini dengan tema “Ceritakan Detail Rumah Impianmu”. Tak heran tema ini tercetus dari Blogger famous seperti mereka, karena mereka juga seorang arsitektur yang ahli di bidang ini. Oke mb, saya terima dengan senang hati D. Sebenarnya saya sangat mensyukuri anugrah rumah yang saya tempati saat ini. Walau tergolong sederhana, sunyi tidak bising, tetangganya juga baik-baik, dekat rumah tahfidz belajar al qur’an, dekat mushola, cukup strategis dekat tempat sekolah anak, dll tapi satu yang bikin kurang betah, panas!! Hiks . Jangankan musim kemarau, musim hujan pun masih terasa panas. Alhasil kipas angin, AC tak pernah absen menemani kami siang dan malam. Seperti apa detail rumah yang saya impikan? Yuks ah disimak sobat 1. Tinggal di Daerah yang Adem Pengen deh rasanya punya rumah di daerah yang adem kaya di Kota Bogor, Salatiga, Magelang, Temanggung. Ngerasa banget nggak nyaman dengan cuaca di kota yang sekarang, Semarang. Dari pagi-malam, mau hujan atau kemarau ko yaa panas terus rasanya. Apalagi kalau lagi mati lampu, beuh..panasnya ampun-ampunan, keringat rasanya terus ngucurr. Kagak bakalan bisa tidur dah, hiks. Begitu pun pas sodara main pasti komentarnya sama, "panas banget yaa cha?!".. Sekarang, si kecil yang baru berumur 2 tahun juga lebih suka tidur di lantai dibandingkan di kasur, walau sudah pake AC sekalipun. Kalau dinasehatin, susah. Akhirnya ta biarkan sampai nyenyak dulu baru ta pindah ke kasur. Kalau di pikir-pikir, AC-an atau Kipasan juga kan kurang baik kan yaa, nggak alami. 2. Terdapat taman yang bernuansa serba hijau Suka sama rumah yang di depannya ada taman yang tertata dan serba hijau deh. Yaa walau pun nggak rajin rapihin sih, hehe. Selain indah jika dipandang mata, juga sehat kan. Secara bisa menghasilkan oksigen dari tanaman tersebut. Sumber Selain dihiasi tanaman juga terdapat kolam ikan, beuh indah banget nuansa alam berpadu air dan hewan air, jadi tambah asri dah 3. Tersedia garasi di Depan Rumah Nah garasi juga bagian yang cukup penting ni sobat. Yaa walaupun sekarang kami belum punya mobil, tapi kami bercita-cita punya mobil suatu saat. Biar hujan nggak kehujanan, panas nggak kepanasan, Aamiin. Alhamdulillah rumah kami yang sekarang juga ada garasinya, walau baru di tempati sama motor, hehe. Tapi bermanfaat juga kalau pas keluarga besar main ke rumah. Biasanya bawa kendaraan pribadi jadi nggak harus numpang ke rumah tetangga atau parkir di depan rumah yang bisa ganggu kendaraan lain yang mau lewat, hehe. 4. Terdapat ruang tamu yang nyaman Ruang tamu bernuansa serba hijau yang bisa mengobati kelelahan bagi tamu yang datang. Berharap dengan ini tamu yang bertandang bisa betah di rumah kami . Sumber homeandgardennet 5. Terdapat mushola dalam rumah Nah ini cita-cita yang belum terwujud. Punya mushola di dalam rumah. Biasanya kalau sholat masih pindah sana sini. Kadang di kamar tidur, di ruang tamu, di depan tv, tergantung moodnya dan tempat yang bersihnya di mana, hehe. Kalau ada mushola kan bisa lebih nyaman dan lebih privasi. Si kecil dilarang bermain kotor- kotoran di tempat ini, hehe. Selain sebagai tempat sholat juga, mushola ini bisa dijadikan sebagai tempat kita belajar agama seperti mengaji, baca shiroh, dll. 6. Terdapat kamar mandi dan tempat mencuci yang bersih Pengen deh punya kamar mandi yang terpisah sama WC biar lebih terjaga kebersihannya. Kamar mandi yang sekarang masih nyatu sama WC, yaa karena keterbatasan lahan juga si. Pengen punya 2 kamar mandi, 2 WC dan tempat untuk mencuci baju yang cukup luas biar ada space buat tempat wudhu juga. Kan lebih tenang tuh kalau tempat wudhunya nggak nyatu sama KM dan WC, lebih bisa menjaga kebersihan. 7. Terdapat ruang keluarga yang luas Ruang keluarga sebagai tempat kita berbagi cerita, cinta dan makna kehidupan. Sebagai tempat belajar apa pun itu. Nah di sini juga pengennya ada perpus kecil-kecilan, sambil santai kita juga bisa baca buku-buku kesukaan . Sumber homeandgardennet 8. Terdapat dapur yang menyatu dengan tempat makan Dapur dan tempat makan bagi saya seperti romeo and juliet yang harus selalu menyatu. Biar penyajiannya lebih mudah dan aromanya juga tercium di satu tempat, hehe. Pengennya dapur itu menghadap ke luar biar sensasi freshnya dapet Sumber homeandgardennet 9. Punya halaman belakang yang luas untuk tempat bermain anak dan tempat menjemur pakaian Terahir, pengen punya halaman belakang yang luas biar bisa dipake anak bermain sesukanya, mau mainanan air, lari-lari, loncat-loncat, bebas pokoknya . Kasian selama ini kayanya ruang mainnya terbatas di dalam rumah yang tidak terlalu luas dan kurang eksplorasi, hiks. Mau ta ajak main terus ko yo emaknya nggak rajin, paling sore hari pas makan sore atau ngaji. Bukannya males keluar, tapi kalau udah diajak main suka nggak mau pulang dan rebutan barang sama temennya. Ujung-ujungnya kerjaan emak jadi terbengkalai deh, hiks. Selain buat main, halaman belakang yang luas juga bisa digunakan buat jemur pakaian. Selama ini jemur pakaian di depan rumah, secara ndak ada lahan di belakang rumah, hiks. Sumber homeandgardennet Walau begitu, saya sangat bersyukur dengan anugrah rumah yang Allah berikan untuk kami sekeluarga. Alhamdulillah masih punya tempat untuk berteduh dengan nyaman. Cerita di atas hanya sebuah harapan tanpa bermaksud mengingkari nikmat yang sudah diberikanNYA saat ini. Nah itu sobat, ceritaku tentang Rumah Impian di Masa Depan. Kalau rumah impian mu seperti apa? Wassalamu'alaikum....

  1. Оλዤሊуձυтθս եклюբጆη ωг
  2. Жኾ ρеτ
CeritaSaya Arsip - rumah anak - thepita Category: Cerita Saya Poin-poin tentang perjalanan saya pribadi dan anak saya. Sesuatu yang “sulit” dituangkan, karena tidak ingin terjebak dalam “contoh nyata”. Mengingat “obat segala penyakit” itu hampir tidak ada.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. "Banjir, banjir! Mama Dina, Papa Roy, banjir!"Banyak orang berteriak, lalu disusul suara benda-benda dipukul untuk dapat membangunkan banyak orang. Bahkan, tidak ketinggalan anak-anak dan bayi turut terbangun dan tentunya saat saya masih tinggal di kampung kelahiran saya. Walaupun, daerah saya sebenarnya berada di dataran lebih tinggi dari daratan pesisir, tapi banjir bisa adalah di dekat rumah ada sungai. Sungainya masih alami yang tidak dibangun seperti bendungan-ada temboknya. Itu yang membuat volume airnya mudah naik dan "tumpah", karena tidak ada penghalangnya. Kalau curah hujan tinggi sudah pasti banjir akan terjadi. Entah, "cuma" setumit kaki orang dewasa atau bisa selutut. Jika memang sampai selutut, rumah pun bisa tergenang. Lalu, bagaimana cara menyiasati agar tidak banjir?Rumah saya akhirnya terdapat tambahan 'tembok' di pintu belakang. Kebetulan rumah saya bentuknya L terbalik. Bagian ujung bawah kaki L adalah beranda rumah. Sedangkan, bagian atas kepala L adalah rumah belakang yang berisi dapur memasak dan kamar mandi. Hanya sekadar contoh. Jelas rumah orang tua saya dekade 90-an tidak sebagus ini. Gambar Di luar depan pintu tepat ada sumur yang dibuat berdasarkan ide ibu saya. Awalnya warga sekitar sangsi akan ada sumber air di situ. Akhirnya, bapak dan ibu serta ada tetangga yang lebih kenal dengan ibu saya membantu benar. Sumber air ditemukan dan sumur pun dibangun. Sejak itu, sumur itu bisa dikatakan adalah peninggalan ibu saya untuk kampung itu, walau entah sekarang masih ada atau tidak. Satu hal menarik lainnya, bagian belakang rumah saya justru berada di tengah perkampungan. Maka, tidak heran jika saya lebih sering berjumpa dengan mama-mama dari pintu rumah belakang yang dibangun 'tembok' saya waktu itu masih kecil, jelas saya tidak bisa leluasa melangkah melewati tembok itu. Tetapi, menurut saya cara itu cukup ampuh untuk menangkal banjir, walau sebenarnya air sungai juga bisa masuk lewat saluran pembuangan limbah saya, saluran pembuangan limbah dapur belum seperti di rumah yang ada di Jawa rumah lama yang sudah ada terowongan dan langsung menuju selokan yang juga sudah bertembok. Itulah kenapa walau sudah ada penangkal di pintu, terkadang bagian dapur masih bisa sedikit tergenang. 1 2 3 4 Lihat Nature Selengkapnya
Sayabangga menjadi warga sidoarjo, karena beberapa bulan yang lalu tim dinas lingkungan hidup mengadakan sebuah gerakan yang bernama “sidoarjo bersih hijau”. Dengan mengamati teks cerita tentang rumah yang bersih menyehatkan melalui power point siswa dapat menemukan kosakata yang berkaitan dengan lingkungan sehat dengan benar. Source
Salam semua, Akhirnya saya ada waktu untuk cerita panjang dan lebar di blog ini tentang proses bangun rumah. Ini pertamakalinya saya dan suami membangun rumah kami, bukan kompleks dan bukan rumah renovasi, tapi benar-benar membangun dari awal pondasinya. Lah trus kalau baru bangun rumah, selama ini tinggal dimana? hehehe pernah saya ceritakan sebelumnya di beberapa postingan saya yang sudah lawas, saya juga lupa postingannya mana HAHAHA. Jadi, sejak pindah dari Jakarta barneg suami, kami tinggal di sebuah kompleks di kelurahan barombong, sebenarnya perbatasan antara ujung Makassar sisi Barat daya dengan Kabupaten Gowa gitu, ahhaaha, jadi mau ke arah kota, dekat, dan mau ke rumah ummi di Gowa juga dekat. Kompleks ini tuh sebenarnya punya Papa saya, sebelum saya tinggali, sebut saja rumah B47, sebelum kami tinggali, rumah B47 ini dikontrak, dan pas papa tau kalau ayahzam sudah mutasi Makassar, dimintalah si pengontrak ini cari kontrakan lain, dan meminta kami untuk menempati rumah B47 ini. Katanya sih ya siapa yang anaknya duluan nikah, boleh tinggali di situ dulu, bukan dikasih. KWKWWKWKWKWK investasi orangtua sih ya hehe. Nah, 4 tahun tinggl di rumah B47, kami sebenarnya sambil terus ngomongin soal mau usaha apa, investasi apa? beli ruko di kota yuk gitu, buat studio foto dan cafe kecil-kecilan, tapi Yassalam mahal banget yaaaa ruko di tengah kota HAHAHAHA. Dan masalahnya juga ayahzam gak mau KPR-an, atau nyicil di bank, apalagi sampai masukin SK PNS ke bank, untuk ambil uang banyak sampai berbunga. Urung niat beli ruko dan buka usaha, kepikiran lagi untuk renovasi rumah B47 ini, trus ayahzam berpikir "Ini bukan rumah kita, rumah orangtua ini cuma dikasih hak tinggal, bukan hak milik," Ya iya juga sih, jadi ya dijalani lah kehidupan rumahtangga di rumah B47 itu selama 4 tahun lamanya. Saya sih nyaman tinggal di sana, gak jauh dari kota, kalau mau ke rumah ummi juga dekat, hanya saja, makin ke sini, kerjaan ayahzam makin padat, kadang pulang dini hari, harus dinas selama beberapa hari, kalau sudah begitu, sisa saya dan anak-anak yang stay di rumah. Mau minta adik atau sepupu nemani nginap juga gak bisa sering, kalau saya yang ke rumah ummi, kasian juga rumah keabaikan dan bibi Ida, ART kami nganggur, tp tetap harus dibayar bulannya hhihi, belum lagi kerjaan saya di komputer juga kan, komputer cuma ada di rumah. Ya mau tak mau harus tetap di rumah saja. Sampai suatu hari, entah gimana ceritanya, Papa langsung bilang ke Saya, "Kamu mau tinggal di sini? tuh di sebelah tanah kosong, banguni mi itu rumah... biar bisa dekatan, jadi kalau Daeng Nai'mu dinas luar, kamu aman di sini. Anak-anakmu juga aman dan nyaman sama kita ji" Di samping rumah papa memang ada tanah kosong, punya om, saudaranya ummi, yang dibeli Papa, dan kalau saya mau bangunin rumah, tanahnya jadi atas namaku deh katanya, HAHAHAAH. Saya dan ayahzam gak serta merta bilang iya. Panjang juga proses berpikirnya kami sih, apalagi soalan jarak, ini jauh kemana-mana. Kalau mau ke kantor, harus makan waktu kurang lebih 1 jam, kabupaten Gowa, yang jalan poros menu ke Kota Makassar. Kalau saya sih ya biasa, tapi ayahzam yang gak biasa, baginya masih jauh banget jaraknya. Bulan demi bulan, akhirnya sih ayahzam sendiri yang bilang, "Yuk sayang, bikin rumah di situ aja..enak, bisa dekat sama keluarga, kita sama anak-anak juga aman, saya pergi dinas jadi gak khawatir kalau kita sendiri di rumah." Ayahzam juga mungkin sudah merhatiin papa dan kakak sepupu yang meski kantornya sama di Makassar, berangkat kantor tetap dari rumah situ, rumah bonbir namanya. Jarak jadi gak masalah lagi, karena toh ada kendaraan, mau kemana-mana ya gampang aja, cuma musti dibiasakan aja waktu tempuhnya, prepare sejam sebelum berangkat biar gak terlambat ke kantor dan sebagainya. Tinggal di dusun bukan berarti gak bisa kemana-mana, buktinya semua keluarga pada kerja dan sekolah di Makassar juga D hehehe. Kayak saya dulu juga kan, sekolah sampai kuliah di Makassar terus, tapi tinggal di Gowa hihihi. PONDASI PERTAMA Akhirnya setelah memutuskan untuk membangun rumah, kami mulai datang ke Papa untuk mengiyakan, dan Papa langsung mau mulai mengosongkan laha, memangkas semua pohon-pohon, merapikan kandang-kandang, mindahin batu-batu dan lain sebagainya. Saya aja sampai heran, secepat itu gerakannya hahahahha sampai hari Ahad, saat saya mau otw ke resepsian teman, dipanggil untuk ala-ala ritual gitu, tradisi keluarga katanya kalau baru pertamakali mau bangun rumah, diminta tanam kendi yang di isi gula merah, daun-daun yang dinamakan daun "barang-barang" bahasa makassar, kelapa, dan sebilah kayu. Setelah ditanam, saya dan ayahzam suap-suapan onde-onde D "Supaya te'ne-te'ne ko dalam rumah" kata tanteku yang artinya secara harafiah, supaya kita betah dan harmonis dalam rumah, reski selalu ada, aman dan terjaga dari hal buruk. Jadi ini semacam upaya membangkitkan jiwa batin calon penghuni rumah agar rumah yang akan dibangun ini bisa megantarkan penghuninya mendapatkan cahaya penuntun sehingga tercipta keluarga harmonis sakinah mawaddah wa rahmah. Aamin ya. jadiin doa aja. heheheh Setelah selesai, baru deh para om saya ngeberesin lahan itu sampai bener-bener kosong dan siap dibangunin pondasi, dan jelas saja, Ayahzam dan papa langsung sibuk gambar-gambar denah rumah. Tentang denah rumah ini sebenarnya gak terlalu gimana amat, ngikutin model dan ukuran tanah aja, yang jelas saya sih cuma pesan sama ayahzam, maunya model jadinya nanti begini, begitu, dapurnya maunya gini, dan lain sebagainya. Sisanya, urusan ayahzam dan papa, saya malas mikir ahahahahahah. Soalnya banyak banget loh yang mau dipikirin kalau pertama bangun rumah. kelistrikan, air, pipa, atap dan lain sebagainya. Alasan saya gak pakai arsitek, karena saya punya arsitek, PAPA hehehehe. yang sudah malang melintang puluhan tahun bergerilya dengan bangun membangun rumah, rumahnya sendiri HAHAHAHAAH. Papa se semangat itu menggambar denah berdua dengan Ayahzam, jadinya gak enak menghalau mereka dengan bilang "udah ah pakai arsitek aja" hhehe. DINDING BANGUNAN Setelah pondasi dibuat, diisi lagi dengan tanah kan tuh, setelah selesai, kami tidak langsung mendirikan bangunannya, Desember ke Maret, alhamdulillah pondasi sudah terbangun. Kami menunggu sampai bulan Juli-Agustus baru deh tukang mulai nancapin tiang, pasang besi, cor, dan batu bata, sampai bangunan berdiri. Kalau di Gowa sini, kami menggunakan bata merah tentu saja. Ini yang bikin lama juga sih sebenarnya rangka bambu untuk tukang manjat dan bekerja sampai atas hihihi jadi rangka bambu juga masuk budgeting, gak cuma semen dan batu bata ternyata. hihihiw. Untuk pembahasan budgeting nanti ku bahas terpisah ya. Nah selama pembangunan ini yang ngawasin langsung adalah papa saya, sementara pembangunan saya, suami, dan anak-anak masih menetap di rumah B47, berbagi kabar dan prosesnya selalu dari papa gak pernah apha mengabarkan lewat WA, kalau ada yang kurang atau ada yang mau ditambahkan selalu WA dulu. Semuanya sudah saya percayakan lah, termasuk urusan tukang. Kordinasi tukang pun lewat papa dan ummi langsung, karena tukang yang kami pekerjakan itu tukang yang kami kenal, kampung sebelah dan beberapa termasuk keluarga dan kerabat. Alhamdulillah drama sama tukang tentang pembangunan ini hampir tidak ada. Lanjut kerjaan plesteran yang volumenya dua kali dari volume pasangan bata. Lalu masuk ke kerjaan kusen, pintu, dan jendela. Pemasangan kusen-kusen pada sisi-sisi dinding tertentu untuk akses keluar masuk maupun hawa udara. RANGKA ATAP Cakupan pekerjaannya berupa pemasangan rangka atap kuda-kuda, gording, nok, kaso & reng, kalau diperlukan ditambah alumninum foil jika perlu dan pemasangan genteng beserta aksesories-nya. Rangka atap yang saya pakai adalah baja ringan. berkesinambungan juga ke soal plumbling, mekanikal dan elektrikal Item pekerjaannya adalah pemasangan toilet, wastafel, bath up, pemanas air, kran. Gak ketinggalan juga pemasangan instalasi air bersih dan air kotor. Kemudian pemasangan jaringan kabel listrik, kotak sekring, saklar, titik-titik lampu penerangan, dan sejenisnya. Selama pembangunan saya hanya sesekali mengunjungi, paling 2-3 kali dalam semminggu, penasaran liat hasilnya gimana, sudah sampai dimana? kalau bentuk model rumah dan area-areanya, jujur saya ga terlalu ambil pusing sih, yang penting sih teras dan look depan rumah, HAHAHHA. Trus juga seringnya di telpon, "sudahmako beli pintu? model bagaimana kau mau? cepat bawa ke sini maumi di kerja..." "Gagang pintumu, manami? maumi dipasang!!" "Kran air yang mau kau pake, bawa cepat..." Namanya bangun rumah dari nol ya pasti ada yang gak sesuai dengan pemikiran, tapi tetap bisa kompromi sih gak begitu jauh-jauh amat lah ya. Kalau dari saya ya, kalian harus coba untuk pahan beberapa hal ini Mengambil keputusan Kamu akan banyak dituntut untuk mengambil banyak keputusan AHAHAHAHA. apalagi harus cepat soalnya takut tukangnya bakal pergi kerja ditempat lain dan kamu bakal nunggu lama skali untuk dapat tukang sebagus yang dipilih. Mengeksplorasi dari segala sisi Jangan mudah puas dengan rencana pertama, pikirkan segala sisi yang mungkin terjadi sampai kamu benar-benar puas pokoknya dengan hasilnya. Menyisir hingga tuntas Jika kamu memang sudah berniat membangun rumah sendiri, maka terjunlah secara total dan libatkan diri dalam pembangunan, mulai dari hal yang paling dasar sampai finishing terakhir. Kalau saya sudah mempercayakan suami dan papa dibagian dasar, ya kalau soal finishing semuanya saya yang nangani pemilihan bahan dan material nya. LUAS BANGUNAN Yang paling sering ditanyakan ke saya ini, luas nya berapa nih bangunannya? heheheh.. Pernah sudah dikasih tau sama ayahzam tapi saya lupa, jadi langsung abadikan di blog aja ya katanya luasnya ini, Lebar 15meter X panjang 10 meter X tinggi 4,5 meter kurang lebih segitu. Kalau ada yang bilang wow luas banget, beneran luas dua kali lipat dibanding rumah B47 kompleks yang tipe 45 yang saya tinggali kemarin. Sebenarnya saya ga perlu amat rumah luas, tapi kalau tanah adanya segitu ya disyukuri aja, hehe kalau mau dibaguni setengah aja juga sayang tanahnya sisa dikit gitu, jadi ya dibanguni semua aja. Diingatkan lagi ya ini bukan di tengah kota, tapi di dusun, Kab Gowa desa Panakkukang. Namanya tinggal di desa, memang luas-luas tanahnya, berbeda tentunya kalau di kota. Semua ada plus minusnya kan ya, tinggal value dari perkeluarga masing-masing aja memilih, inginnya dimana, nyamannya dimana? Kalau saya nyaman dekat dengan keluarga, saya selalu suka suasana yang ramai dengan keluarga, ngumpul bareng, makan bareng, cerita bareng, dan semuanya yang gak saya dapati kalau tinggal di kompleks. So, yaaaa segitu dulu ya cerita tentang bangun rumah pertamakali di keluarga kecil kami, saya sih selalu ingat pesan ummi, "Biaya bangun rumah itu seumur hidup loh, harus terus disiapkan budgetnya" hehehehee jadi "belajar nabung" HAHAHA. jadi, dari masih tanah sampai bangunan rumah kami berdiri itu memakan waktu Desember 2017 sampai Agustus 2019 makan waktu kurang lebih 1 tahun 8 bulan . 291 97 139 497 424 41 330 466

cerita tentang rumah saya